portal kabar – Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi tuan rumah lokakarya menarik yang bertajuk “Bahaya Limbah dan Darurat Bahan Kimia” atau Workshop on Hazardous Wastes and Chemical Emergencies, yang diikuti oleh perwakilan dari 18 negara di kawasan Asia.
Achmad Gunawan Widjaksono, Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, menyampaikan bahwa hasil diskusi dalam lokakarya ini diharapkan dapat mendorong sinkronisasi prosedur di perusahaan-perusahaan.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil langkah kebijakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang berpotensi membuang limbah B3 secara sembarangan,” ujarnya di Cikarang, Senin.
Ia menjelaskan bahwa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan masalah serius bagi perusahaan dan pekerja. Oleh karena itu, pengelola kawasan industri perlu lebih berhati-hati dalam manajemen darurat, serta menerapkan praktik baik untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan menyusun rencana kondisi darurat jika diperlukan.
“Perusahaan yang membuang limbah sembarangan akan menghadapi sanksi hukum, terutama bagi limbah B3 yang berpotensi membahayakan perusahaan maupun pekerja. Diskusi ini diharapkan dapat melahirkan visi dan misi yang terbaik bagi pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan,” tambahnya.
Penjabat Bupati Bekasi, Dedy Supriyadi, menekankan perlunya perhatian serius dalam penanganan tanggap darurat pengelolaan limbah B3, seiring dengan pesatnya perkembangan industri dan teknologi yang meningkatkan risiko limbah berbahaya.
“Workshop ini diadakan sebagai upaya untuk memperkuat kapasitas kita dalam mencegah dan mengatasi dampak limbah B3 di berbagai perusahaan,” ungkapnya.
Dedy juga berharap pertemuan ini tidak hanya meningkatkan sinergi antar unsur dan negara, tetapi juga memperkuat kapasitas pengelola kawasan industri di Kabupaten Bekasi dalam menghadapi dampak negatif dari bahan kimia berbahaya dan limbah B3.
“Saya berharap melalui pelatihan, simulasi, dan diskusi tanggap darurat ini, kita dapat meningkatkan kesiapsiagaan serta koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat dalam menghadapi potensi insiden akibat limbah B3. Jika terjadi keadaan darurat, kita harus mampu memberikan respons yang cepat, tepat, dan efektif guna meminimalkan dampak negatif,” tuturnya.
Kegiatan lokakarya ini merupakan inisiatif dari Basel, Rotterdam and Stockholm Secretariat (BRS Secretariat) di bawah Unit Gabungan Lingkungan Hidup/Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA), yang juga dikenal sebagai Unit Gabungan UNEP/OCHA (JEU).
Francesca Cenni, perwakilan dari Basel, Rotterdam, and Stockholm Convention Secretariat, mengakui tantangan dalam mengelola limbah B3 di negara dengan industri terbesar. Namun, melalui lokakarya ini, mereka berupaya memberikan edukasi mengenai penanganan limbah yang dapat membahayakan lingkungan.
Ia juga menyoroti bahwa kegiatan ini adalah bentuk perhatian khusus dari badan otoritas dunia PBB mengenai mekanisme tanggap darurat untuk mencegah pembuangan limbah industri dan kasus darurat lainnya.
“Workshop ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan tentang situasi darurat di perusahaan industri dan melibatkan pengelola perusahaan dalam memahami tanggap darurat guna mencegah pembuangan limbah industri,” pungkasnya.
pram