portal kabar – Wacana pembentukan Badan Aspirasi Rakyat di DPR sepertinya akan menjadikan alat kelengkapan dewan (AKD) semakin banyak, seperti baju baru yang selalu ada di lemari, walaupun kita sudah tidak muat lagi. Inisiatif ini terkesan mengikuti jejak pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang diprediksi akan menghadirkan lebih banyak kementerian di kabinet mendatang.
Dan, tidak hanya itu, fraksi-fraksi di DPR pun sudah sepakat untuk menambah jumlah komisi untuk periode 2024-2029. Dengan adanya Badan Aspirasi Rakyat, ada kekhawatiran bahwa kerja anggota dewan bisa semakin terpecah, seperti puzzle yang hilang beberapa potongan.
Dedi Kurnia Syah, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), menilai rencana ini sebagai ide yang tidak perlu. Dia berargumen bahwa setiap fraksi dan anggota dewan sudah punya masa reses yang bisa dimanfaatkan untuk menyerap aspirasi rakyat. “Kalau ada Badan Aspirasi sendiri, semakin jelas bahwa DPR adalah sumber masalah,” ujarnya dengan nada sinis.
Masa reses seharusnya dimanfaatkan para anggota dewan di Senayan untuk bertemu dengan konstituen mereka. Toh, aspirasi masyarakat itu penting untuk kepentingan legislasi. Dedi bahkan berpendapat, keberadaan Badan Aspirasi Rakyat justru menguatkan wacana Gus Dur yang ingin membubarkan DPR. Dan, dengan semua staf ahli, badan keahlian, dan badan riset yang sudah ada, seharusnya DPR bisa menyerap aspirasi masyarakat tanpa perlu badan baru.
Sebaliknya, Dedi malah menyarankan DPR untuk merampingkan AKD yang ada. Dia berpendapat, lembaga administratif di Sekretariat Jenderal sudah cukup, dan kerja legislasi bisa berjalan dengan baik hanya dengan adanya komisi. “Bahkan, seharusnya fraksi di DPR dihapus saja, jadi anggota hanya terikat pada komisi, tanpa perlu repot-repot ada fraksi,” ungkapnya dengan nada penuh harapan.
Sebagai catatan, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, adalah orang pertama yang mengusulkan adanya Badan Aspirasi Rakyat. Politikus dari Fraksi Partai Gerindra ini dengan percaya diri menyatakan bahwa badan ini akan menambah AKD. “Yang jelas ada pertambahan AKD-nya itu, Badan Aspirasi Rakyat,” katanya di Kompleks Parlemen, sambil mengedipkan mata.
Annisa Alfath, peneliti dari Perludem, menambahkan bahwa DPR sudah memiliki komisi yang tugasnya menyerap aspirasi rakyat. Menurutnya, jika Badan Aspirasi Rakyat dibentuk, bisa jadi akan ada tumpang tindih fungsi dengan komisi yang sudah ada. “Jika Badan Aspirasi tidak jelas fungsinya, besar kemungkinan pekerjaan akan dobel. Dan siapa yang mau kerja dua kali?” jelas Nisa.
Nisa menekankan, tanpa definisi yang jelas, keberadaan Badan Aspirasi di DPR bisa membuat situasi menjadi redundan. Jadi, efektivitas badan baru ini dipertanyakan, mengingat aspirasi rakyat sudah disalurkan melalui mekanisme yang ada di komisi.
Efektivitas Badan Aspirasi Rakyat bisa disangsikan jika tugas utamanya cuma menyerap aspirasi. Nisa berpendapat, daripada bikin baru, lebih baik reformasi atau perkuat komisi yang sudah ada. “Seringkali, masalah bukan karena kurangnya wadah, tapi karena sistemnya yang tidak berjalan optimal,” tegas Nisa.
Felia Primaresti, peneliti dari The Indonesian Institute (TII), menilai Badan Aspirasi Rakyat bisa bermanfaat jika alur kerjanya dirancang dengan baik untuk menghindari tumpang tindih. Badan ini bisa jadi filter awal bagi aspirasi yang diajukan melalui komisi. “Idealnya, Badan Aspirasi Rakyat bisa jadi pintu gerbang bagi aspirasi yang masuk,” ungkap Felia.
Namun, dia juga mencatat tantangan yang mungkin muncul adalah semakin panjangnya alur perintah di DPR. Proses penyaluran aspirasi melalui Badan Aspirasi mungkin butuh waktu lebih lama, karena harus dilakukan pemetaan dan penyusunan prioritas.
Dinamika politik juga bisa mempengaruhi aspirasi yang akan disalurkan. Felia menambahkan bahwa penambahan AKD baru tentu berdampak pada peningkatan anggaran DPR. Ini mencakup pengeluaran untuk operasional sehari-hari, tambahan sumber daya manusia, dan kegiatan penunjang lainnya.
Mengingat kondisi anggaran negara yang harus dikelola dengan cermat, pembentukan Badan Aspirasi Rakyat perlu dievaluasi secara kritis. DPR harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kepercayaan publik. Jika masyarakat melihat penambahan AKD sebagai langkah formalitas tanpa dampak positif, legitimasi DPR sebagai representasi rakyat akan semakin merosot. “Peningkatan anggaran tanpa peningkatan produktivitas DPR hanya akan jadi pemborosan,” ujar Felia dengan tegas.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Cucun Syamsurijal, berpendapat bahwa pembentukan Badan Aspirasi Rakyat ini penting agar aspirasi rakyat bisa ditampung dengan baik. “Kita akan tampung aspirasi rakyat agar mereka tidak datang tanpa ada wadah,” katanya dengan harapan tinggi.
Cucun tidak menjelaskan lebih jauh tentang badan itu, tetapi dia berjanji pimpinan DPR RI akan membahasnya lebih lanjut. Dia optimis bahwa badan ini tidak akan tumpang tindih dengan komisi lain. “Tidak ada [tumpang tindih]. Justru badan ini akan mendistribusikan semua aspirasi rakyat,” pungkasnya, sambil tersenyum.
SumberTirto.id/pram