portal kabar – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kini dihadapkan pada tantangan besar untuk membuktikan bahwa pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) bukan sekadar hadiah dari Presiden Joko Widodo. Untuk itu, Polri harus menunjukkan komitmen tegas dalam memberantas korupsi tanpa pilih kasih, bahkan jika itu berarti berani mengambil tindakan terhadap oknum di dalam tubuh penegak hukum sendiri.
Langkah konkret ini menjadi sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehadiran Kortas Tipikor Polri benar-benar membawa dampak positif dalam perang melawan korupsi. Ide untuk mendirikan lembaga ini sudah ada sejak lama dan sangat dinanti-nanti oleh masyarakat serta institusi kepolisian sendiri.
Pembentukan Kortas Tipikor melalui Peraturan Presiden Nomor 122/2024 harus menjadi momen bersejarah bagi Polri. Mereka paham benar bahwa sebuah sapu yang kotor tak mungkin bisa membersihkan lantai yang kotor dengan baik.
Deputi Sekjen Transparency International Indonesia, Wawan Suyatmiko, mengungkapkan bahwa ide untuk membentuk Kortas Tipikor sudah ada sejak 2013, ketika Kapolri saat itu, Jenderal Sutarman, berupaya membentuk tim khusus untuk memberantas korupsi. Namun, gagasan ini terpaksa dibatalkan. Ide yang sama kembali muncul pada 2017 di bawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian, tetapi juga tidak terwujud karena kendala anggaran.
Saat ini, Kortas Tipikor Polri merupakan pengembangan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) di Bareskrim. Dengan adanya Pasal 20A ayat 1 Perpres 122/2024, Kortas Tipikor kini berada langsung di bawah Kapolri, bukan di bawah Bareskrim, dengan tugas utama yang sangat krusial dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Wawan menekankan bahwa keberadaan Kortas Tipikor harus membawa perubahan signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi, termasuk berani menangani kasus-kasus besar yang melibatkan aparat kepolisian.
Kortas Tipikor diharapkan bisa menjadi motor penggerak dalam menyusun kebijakan pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain seperti KPK dan Kejaksaan Agung sangat diharapkan untuk saling memperkuat dalam penanganan kasus yang ada.
Zaenur Rohman dari PUKAT UGM menilai bahwa pembentukan Kortas Tipikor dapat meningkatkan peran Polri dalam menangani korupsi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kehadiran lembaga ini tidak otomatis menjamin perbaikan dalam pemberantasan korupsi.
Bambang Rukminto dari ISESS menekankan pentingnya sinergi antara Polri, Kejagung, dan KPK dalam memberantas korupsi. Tanpa adanya kesepakatan yang jelas mengenai peran masing-masing, potensi tarik ulur antarlembaga bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Kortas Tipikor adalah langkah nyata dalam kolaborasi antara Polri dan lembaga penegak hukum lainnya untuk menanggulangi korupsi. Sementara Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan pentingnya keterlibatan banyak pihak untuk memperkuat upaya ini, asalkan tidak saling melemahkan.
Dengan demikian, harapan besar kini digantungkan pada Kortas Tipikor untuk menghadirkan perubahan nyata dan menjawab tantangan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sumber Tirto/pram