portal kabar – Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, telah mengambil langkah proaktif dengan membentuk lumbung pangan di tingkat desa. Ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kekurangan pangan serta mengatasi masalah gizi buruk atau stunting di wilayah tersebut.
“Kami telah melakukan sosialisasi di 23 kecamatan. Setiap kecamatan mengirimkan satu desa untuk mendapatkan pengarahan dalam pengelolaan lumbung pangan,” ungkap Dedi Supriadi, Kepala Bidang Kerawanan Pangan dan Sumber Daya Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bekasi, saat ditemui di Cikarang, Rabu.
Dedi menjelaskan bahwa langkah awal dari program ini adalah menargetkan setiap kecamatan memiliki minimal satu desa yang berfungsi sebagai lumbung pangan, dengan prioritas pada daerah yang memiliki tingkat kerawanan pangan yang tinggi.
Setelah tahap awal ini, rencana akan dilanjutkan dengan memperluas area pedesaan yang memiliki lumbung pangan, guna memastikan ketersediaan bahan pokok bagi masyarakat setempat.
“Kami berharap semua desa dapat memiliki lumbung pangan demi ketahanan pangan di wilayah tersebut. Hanya warga desa yang bersangkutan yang dapat mengakses atau membeli pangan dari lumbung tersebut,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selama ini, pemerintah desa telah mengalokasikan 20 persen anggaran untuk ketahanan pangan, namun lebih banyak digunakan untuk kegiatan pemberdayaan, seperti budidaya ternak kambing atau ikan.
“Kami ingin agar alokasi ini lebih fokus pada ketahanan pangan, misalnya dengan menggandeng Bulog. Bulog tidak hanya menyediakan beras, tetapi juga sembako. Kami sudah berkoordinasi dengan Bulog, dan mereka siap membantu,” jelasnya.
Dedi juga menyampaikan bahwa ada 10 desa di Kabupaten Bekasi yang menerima bantuan pangan atau gabah kering giling dari Pemkab Bekasi melalui Dinas Ketahanan Pangan setiap tahunnya.
“Bantuan ini sudah berjalan selama dua tahun. Akan lebih baik jika desa-desa tersebut juga memiliki lumbung pangan yang dibiayai dari anggaran desa sendiri,” katanya.
Ia mengimbau kepada perangkat desa untuk membahas isu ini melalui musyawarah yang melibatkan semua pihak terkait, guna merumuskan dan mengawasi pelaksanaan lumbung pangan tersebut.
“Data penerima bantuan tentu lebih dipahami oleh perangkat desa seperti RT dan RW, yang mengetahui warga yang membutuhkan. Sedangkan penyedia harus memiliki badan hukum, dan kami akan melakukan pengawasan,” tutupnya.
pram