portal kabar – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah menerbitkan Surat Edaran tentang pengunduran diri Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati/Penjabat Walikota yang akan maju dalam Pilkada serentak Nasional Tahun 2024 ke depan. SE dengan nomor 100.2.1.3/2314/SJ itu pun dikeluarkan pada tanggal 16 Mei 2024.
Seperti diketahui jika masa jabatan Kepala Daerah akan habis jelang Pemilu 2024 nanti. Saat ini terdapat 28 orang Penjabat Gubernur, 56 orang Penjabat Walikota dan 189 orang Penjabat Bupati termasuk Penjabat Bupati Bekasi didalamnya.
Hal yang paling dianggap krusial adalah Penjabat Kepala Daerah dan atau Aparatur Sipil Negara yang ingin maju di Pilkada 2024 agar mengundurkan diri 40 hari sebelum pendaftaran calon. Surat edaran ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai pengingat ulang atas aturan di atasnya, yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mengatur hal tersebut.
Politik atau Politisasi
Saiful Islam SH selaku Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, kalau instruksi yang dikeluarkan oleh Kemendagri itu merupakan kutipan UU Nomor 22 Tahun 2023 tentang ASN. Kutipannya pun jelas sebagai reminder agar siapa pun itu mau tunduk pada aturan yang sudah dibuat dan dibentuk menjadi Undang-Undang.
“Ini adalah momen politik, dimana aktivitas atau kegiatannya berhubungan dengan kekuasaan, baik untuk mempengaruhi, mengubah atau mempertahankan dalam proses penentuan dan pelaksanaan suatu tujuan,” jelas Saiful.
Mengutip pernyataan Tito Karnavian yang menyebut jika Penjabat Kepala Daerah yang ikut menjadi kontestan Pilkada dapat mengundurkan diri secara terhormat, yaitu mengajukan surat pengunduran diri 40 hari sebelum pendaftaran, atau jika Penjabat Kepala Daerah tidak mengundurkan diri sampai batas waktu yang ditentukan, tetapi mengikuti kontestasi, akan diberhentikan oleh Mendagri.
“Ini menarik dengan apa yang disampaikan oleh pak Tito. Jika Penjabat Kepala Daerah hingga hari ini, (18/07/2024. red) tidak ada yang menyerahkan surat pengunduran dirinya, berarti dia mau masuk dalam opsi yang kedua. Seperti kita ketahui opsi kedua tersebut adalah jika Penjabat Kepala Daerah tidak mengundurkan diri sampai batas waktu yang ditentukan, tetapi mengikuti kontestasi, akan diberhentikan oleh Mendagri. Sementara batas waktu yang ditentukan itu adalah momen dimana yang bersangkutan mulai mendaftarkan dirinya,” papar Saiful.
Bila demikian adanya lanjut Saiful, hal ini bisa menjadi momen politisasi yang kerap mengandung konotasi negatif dan sering digunakan untuk menggambarkan cara-cara berpolitik yang tidak etis dan sarat pragmatis.
Kepercayaan Publik
Mengapa hal itu dianggap sangat perlu untuk diperhatikan?.
Menurut Saiful, dalam poin 5 Surat Edaran tersebut mengatakan bahwa pada saat mengusulkan pengunduran diri bagi para Penjabat yang ikut Kontestasi Pilkada, agar sekaligus menyerahkan usulan 3(tiga) nama calon Penjabat baik dari DPRD Kabupaten/Kota dan juga dari Gubernur Provinsi.
“Demi menjaga kepercayaan publik terhadap Pemerintah, seharusnya Kemendagri bisa lebih tegas dalam membuat aturan, dengan tidak memakai bahasa yang dapat menimbulkan keambiguan. Jangan sampai momen optional yang dimaksud dapat dijadikan manfaat untuk melakukan rotasi mutasi, karena memang aturannya tidak spesifik. Kita harus jaga kepercayaan publik yang selalu kritis dalam menyikapi segala kebijakan Pemerintah,” tutup Saiful.
bram ananthaku