portal kabar – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Setiap lima tahun, masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih pemimpin daerah yang diharapkan dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi wilayahnya.
Pilkada 2024 menjadi sorotan utama, mengingat berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi di tanah air. Memahami bahwa Pilkada bukan hanya sekedar ajang pemilihan pemimpin, tetapi juga merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengekspresikan suara dan aspirasi mereka.
Proses pendaftaran calon Kepala Daerah juga menjadi fokus utama. KPU menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon, termasuk integritas dan rekam jejak yang baik.
Seperti diketahui jika pada tanggal, 28/Agustus/2024, Pasangan BN Holik – Faizal adalah calon Bupati dan Wakil Bupati dari koalisi Partai Gerindra, PKS, Nasdem dan PAN. Menjadi pasangan pertama pendaftar pada hari kedua pendaftaran yang dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Bekasi.
Disusul oleh pasangan Dani Ramdan – Romli dari koalisi Partai Golkar dan Demokrat pada hari ketiga pendaftaran, 29/Agustus/2024, pagi. Kemudian siangnya dilanjutkan oleh pasangan Ade Kuswara Kunang – dr Asep Surya Atmaja dari koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Buruh, PPP, dan PBB, sebagai pasangan terakhir yang diterima oleh KPUD Kabupaten Bekasi.
Menariknya Partai Golkar
Partai Golongan Karya, atau lebih dikenal dengan sebutan Golkar, merupakan salah satu partai politik tertua dan paling berpengaruh di Indonesia. Didirikan pada tahun 1964, Golkar telah melalui berbagai fase perjalanan politik yang penuh liku. Salah satu isu yang sering kali menghiasi berita seputar Golkar adalah konflik internal yang terjadi di dalam partai tersebut. Konflik Golkar tidak hanya berdampak pada struktur internal partai, tetapi juga berimplikasi terhadap peta politik nasional.
Partai ini berusaha untuk beradaptasi dengan tuntutan demokrasi yang lebih terbuka, namun tidak lepas dari berbagai tantangan, termasuk konflik internal yang berkepanjangan.
Konflik Golkar sering kali berkaitan dengan perebutan kekuasaan di tingkat pusat maupun daerah. Perebutan posisi kepemimpinan, baik di tingkat DPP (Dewan Pimpinan Pusat) maupun DPD (Dewan Pimpinan Daerah), menjadi salah satu sumber utama konflik. Hal ini diperparah dengan adanya ambisi politik individu yang ingin menguasai partai demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Salah satu contoh konflik yang paling mencolok adalah perseteruan antara dua kubu dalam tubuh Golkar yang terjadi menjelang pemilihan umum, seperti yang ada di DPD Golkar Kabupaten Bekasi.
Konflik DPD Golkar Kabupaten Bekasi terjadi ketika munculnya dua surat keputusan terhadap dua pasangan calon yang direkomendasikan oleh DPP Golkar. Disana terdapat pasangan Dani Ramdan – Ikhwan, sementara surat keputusan DPP Golkar lainnya yang merujuk pada Dani Ramdan – Romli, hingga memicu demo penolakan terhadap pasangan Dani – Romli di kantor DPD Golkar Kabupaten Bekasi.
Konflik Golkar tidak hanya berdampak pada internal partai, tetapi juga memiliki implikasi yang luas terhadap politik nasional.
Sebagai salah satu partai besar di Indonesia, Golkar memiliki peran penting dalam pembentukan koalisi politik. Ketika terjadi konflik, stabilitas koalisi yang dibangun dapat terganggu, yang berpotensi menghambat proses legislasi dan pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan khususnya pemerintahan tingkat daerah.
Tanggapan Dito
Dito (nama samaran) sebagai pemerhati politik di Kabupaten Bekasi, menyimpulkan jika konflik di dalam tubuh DPD Golkar juga dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap partai tersebut. Ketidakpastian dan ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh konflik internal dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Golkar sebagai partai yang mampu mewakili aspirasi rakyat.
“Kita dapat melihat disini, sebagai partai pemenang Pileg di Kabupaten Bekasi, Golkar sendiri tidak mampu memberi kepercayaan kepada kadernya sendiri. Sebut saja Marjuki. Dia adalah Ketua DPD Golkarnya, namun apa yang terjadi tidak selaras dengan apa yang dikatakannya. Mengaku mendapat rekomendasi partai sebagai calon Bupati Bekasi namun kenyataannya, Dani yang notabene bukan kader partai yang mendapatkan keputusannya,” kata Dito.
Dito meragukan kualitas kepemimpinan Marjuki sebagai leader dalam memimpin DPD Golkar Kabupaten Bekasi. Keraguan ini dibuktikan dengan maraknya demo dibawah naungannya yang merujuk pada partainya sendiri.
Pertama demo atas keberatan Sarim saat momen Pileg kemarin. Pihak Sarim beranggapan jika ada kecurangan dan keberpihakan dalam perkara tersebut. Kedua, demo atas keberatan dan penolakan terhadap Dani Ramdan yang notabene diusung dan diputuskan oleh partainya sendiri.
“Harusnya dia mampu meredam aksi yang merujuk pada partainya dan bukan malah ada kecenderungan meliarkannya,” lanjut Dito.
Mengenai adanya dua surat keputusan Partai Golkar terhadap dua pasangan calon dengan calon Wakil Bupati yang berbeda, Dito menganggap adanya rekayasa politik dan cenderung manipulatif.
“Saya menduga jika yang asli adalah keputusan untuk Dani – Romli, yang lainnya palsu. Meskipun itu dikeluarkan oleh DPP dan nampak seperti aslinya. Memang nomor berbeda, tapi tanggal dan harinya sama. Ada juga hal lainnya yang memperkuat dugaan saya jika salah satu surat keputusan itu adalah palsu,” duga Dito.
“Esok (Senin. red) saya akan datangi kantor DPP Golkar untuk meminta klarifikasinya, dan apabila terbukti, saya akan laporkan ini ke Polda Metro jaya sebagai bentuk kejahatan,” tegas Dito.
“Untuk mengatasi konflik yang terjadi, Golkar perlu melakukan langkah-langkah strategis. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan komunikasi dan dialog antar kubu yang berseteru. Melalui mediasi yang baik, diharapkan dapat tercipta kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak,” tutup Dito.
bram ananthaku