portal kabar – Salah satu partai yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh yang signifikan adalah Partai Golkar. Namun, sayangnya, Golkar tidak terlepas dari berbagai masalah internal yang merusak citra dan kinerjanya. Konflik internal di antara kader sering kali menjadi sorotan, terutama ketika mereka merasa pemimpin mereka gagal menjalankan tugasnya dengan baik.
Baru-baru ini, muncul berita yang mengejutkan mengenai kader Golkar Kabupaten Bekasi yang mengungkap kritik ketua DPD-nya. Tindakan ini jelas mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kepemimpinan yang ada.
Salah satu alasan utama di balik kritiknya ini adalah tentang kegagalan Ketua DPD Partai Golkar dalam menjalankan tugasnya. Kegagalan tersebut bisa berupa kurangnya visi yang jelas, ketidakmampuan dalam mengelola organisasi yang merusak reputasi partai. Ketika pemimpin tidak mampu memenuhi harapan anggotanya, ketidakpuasan pun muncul dan sering kali berujung pada tindakan ekstrem seperti pengungkapan kritik tajam.
Mantan Liaison Officer Partai Golkar, H. Sardi, mengungkapkan bahwa ketidaksolidan kader bermula dari Musda yang dipaksakan, di mana H. Akhmad Marjuki dipaksakan menjadi Ketua DPD Golkar Kabupaten Bekasi dengan cara menyingkirkan kader terbaik partai kala itu. Tindakan-tindakan tidak konstitusional ini menyebabkan banyak kader lainnya memilih untuk menjauh dan menolak kepemimpinannya yang dianggap prematur.
“Saya masih memiliki KTA Golkar hingga saat ini. Ironisnya, Golkar menang, tetapi yang dicalonkan bukan kader Golkar di Pilkada ini. Lebih parah lagi, untuk menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ketua DPD Kabupaten Bekasi dianggap tidak konsisten dan plin-plan. Saya adalah kader yang loyal, tetapi dengan kepemimpinan yang baru ini, saya enggan mendukungnya,” jelas H. Sardi.
Kritik ini jelas menunjukkan adanya konflik internal yang sangat serius. Kader yang merasa diabaikan atau tidak didengarkan mungkin merasa frustrasi dan terpaksa mengambil langkah drastis untuk menarik perhatian. Ini menunjukkan adanya masalah komunikasi dan hubungan yang buruk antara pemimpin dan anggotanya.
Situasi ini menegaskan perlunya reformasi internal dalam Partai Golkar. Pemimpin yang ada harus mampu mendengarkan suara kader dan melakukan evaluasi terhadap kinerjanya sendiri. Jika tidak, partai akan terus menghadapi masalah serupa di masa depan. Reformasi internal harus mencakup peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi kader dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian, kader akan merasa lebih dihargai dan terlibat dalam proses politik. Namun, jika keadaan ini terus berlanjut, masa depan Partai Golkar akan semakin suram.
bram ananthaku