portal kabar – Pilkada Jawa Tengah 2024 sangat memprihatinkan dengan munculnya dugaan mobilisasi kepala desa (kades) untuk mendukung salah satu kandidat. Praktik kotor ini tampaknya sudah menjadi hal yang umum dan terjadi secara masif dalam beberapa pekan terakhir.
Pada Rabu malam (23/10/2024), puluhan kades yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa (PKD) dari berbagai daerah di Jawa Tengah mengadakan pertemuan tertutup di Gumaya Tower Hotel, sebuah hotel bintang lima di Semarang. Ketika tim Bawaslu Kota Semarang melakukan penggerebekan, para kades langsung membubarkan diri. Diperkirakan ada sekitar 90 kades yang hadir, mewakili berbagai kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Sebelumnya, pada Kamis (17/10/2024), sekitar 200 kades dari Kabupaten Kendal juga menggelar pertemuan serupa di Graha Padma, sebuah kawasan elit di Semarang. Tim Bawaslu mengalami kesulitan saat mencoba memasuki ruangan pertemuan, dan acara tersebut diduga dipersingkat sehingga peserta bubar lebih awal.
Dugaan mobilisasi kades juga terjadi di lokasi lain, seperti di Hotel Grand Dian, Kabupaten Pekalongan, di mana puluhan kades dari Kabupaten Pemalang dan Tegal berkumpul pada Selasa (22/10/2024).
Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Muhammad Amin, belum dapat memastikan siapa yang bertanggung jawab atas pengerahan kades tersebut. Dia juga enggan menyebutkan kandidat yang didukung oleh para kades dalam pertemuan itu.
Tim hukum dari paslon gubernur nomor urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (Hendi), secara tegas menyatakan bahwa mobilisasi kades dilakukan oleh kubu paslon nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Mereka mengklaim memiliki bukti bahwa pertemuan para kades bertujuan untuk mendukung Luthfi-Yasin.
Menanggapi tudingan ini, Dewan Pakar Tim Pemenangan Luthfi-Yasin, M Iqbal Wibisono, meminta semua pihak untuk tidak sembarangan menuduh, terutama sebelum ada keputusan resmi dari Bawaslu.
Pakar politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini, menyatakan bahwa mobilisasi kades sangat mungkin dilakukan oleh mereka yang ingin meraih suara dengan cara apapun. Namun, ia juga menekankan bahwa keterlibatan kades tidak selalu berasal dari tim sukses salah satu paslon, melainkan bisa juga merupakan dorongan dari elite birokrasi.
Praktik mobilisasi kades untuk memenangkan kandidat tertentu harus diwaspadai, karena kades kini memiliki pengaruh politik yang signifikan. Mereka memiliki loyalis di desa dan dapat mempengaruhi pilihan masyarakat.
Meskipun ada regulasi yang melarang kades untuk berpihak selama pemilu, sanksi bagi yang melanggar jarang diterapkan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari Bawaslu, yang seharusnya bertindak tegas untuk menindak pelanggaran semacam ini.
Nur Hidayat Sardini mengkritik kinerja Bawaslu Jawa Tengah, menyatakan bahwa meskipun anggotanya memiliki kemampuan, mereka kurang berani mengambil risiko. Meskipun ada harapan untuk perbaikan, praktik-praktik kotor dalam pemilu seperti ini tidak seharusnya dianggap wajar dan harus diusut tuntas oleh Bawaslu.
Sumber Tirto/pram